Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengobati depresi. Mulai dari mendengarkan musik klasik, traveling atau bepergian ke tempat-tempat instagenic, atau berolahraga secara rutin. Namun, semua itu sudah terlalu biasa.
Photo by Min An from Pexels
Ada cara yang lebih menarik dalam mengobati depresi, bahkan boleh dibilang sedikit aneh. Beberapa waktu lalu, para ilmuwan di Amerika menemukan bahwa memindahkan tinja bisa membantu mengobati gangguan kejiwaan seperti depresi. Namun, tinja yang dimaksud melalui cara bersih, yakni transplantasi feses.
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Psychiatry itu menunjukkan bahwa pada hewan, transplantasi bakteri usus dari subjek yang tidak stres, dengan mereka yang terpapar stres dapat memperbaiki kondisi mental.
Menurut peneliti, penemuan ini bisa membantu mengatasi gangguan kejiwaan manusia dengan pengobatan probiotik.
“Pada tikus yang menunjukkan perilaku tipe depresi dalam uji laboratorium, kami menemukan stres mengubah microbiome-populasi bakteri dalam usus-mereka,” kata Seema Bhatnagar, ketua peneliti di Department of Anesthesiology and Intensive Care di Children’s Hospital of Philadelphia (CHOP), seperti dilansir dari Medical Daily.
Keterkaitan antara otak dan usus
Sebelum penelitian, diketahui otak dan usus saling memengaruhi. Pada manusia, pasien dengan gangguan kejiwaan memiliki mikroba usus yang unik dalam tubuh mereka dibandingkan mikroba pada individu yang sehat.
Pada studi tersebut, tim peneliti menganalisis mikrobioma fekal tikus stres, tikus tangguh, kelompok kontrol yang tidak stres dan kelompok plasebo. Hasilnya menunjukkan, subjek hewan dengan masalah mental memiliki proporsi bakteri tertentu yang lebih tinggi, seperti Clostridia, daripada kelompok lain.
Kelompok stres kemudian mendapat transplantasi tinja dari tiga kelompok donor sehat yang tidak pernah mengalami stres. Para peneliti menemukan mikrobioma asing mengubah perilaku depresi pada penerima.
Transplantasi tak sama dampaknya terhadap kecemasan
Walau demikian, transplantasi tidak menyebabkan perubahan dalam perilaku tikus yang cemas. Tim peneliti menyebut perilaku tipe depresi lebih diatur oleh mikrobioma usus. Sementara perilaku tipe kecemasan agaknya dipengaruhi perubahan aktivitas saraf yang dihasilkan oleh pengalaman stres.
Mereka juga mengatakan, masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengetahui lebih dalam lagi interaksi microbiome-otak demi mengobati depresi atau gangguan kejiwaan manusia.