Hukuman kebiri kimia telah diputuskan kepada seorang tukang las asal Mojokerto. 'Predator seks' ini divonis hukuman tersebut karena terbukti bersalah memperkosa 9 anak dibawah umur. Namun, keputusan ini menimbulkan berbagai komentar untuk dilakukan atau tidak.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN, Dr dr M Yani, M.Kes, mengatakan hukuman itu harus dilaksanakan. "Saya rasa hukuman seperti ini memang harus diadakan. Itu sebagai pelajaran untuk menyesali perbuatannya," kata dr Yani pada detikHealth, Sabtu (24/8/2019).
Menurut dr Yani, korban dari kekerasan maupun pelecehan seksual ini akan sangat membekas dalam dirinya. Dampaknya akan membuat trauma yang tidak bisa hilang dan sangat mendalam.
Lain halnya dengan Dr Ichsan Malik, M.Si, Ketua Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Dr Ichsan mengatakan bahwa hukuman kebiri tersebut menyebabkan dampak yang berkepanjangan untuk pelaku, harus dikaji kembali.
"Hukuman itu bukan untuk membalas dendam, bukan untuk menghukum terkait apa yang pelaku lakukan. Tetapi, hukuman itu dilakukan untuk mencegah hal semacam itu terjadi kembali," ujarnya.
Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, di luar negeri hukuman ini bisa berjalan karena dianggap sebagai rehabilitasi dan sangat mujarab. Namun untuk di negeri ini, masih belum yakin.
"Di luar negeri, hukuman ini dilakukan berdasarkan permintaan pelaku. Hal ini belum bisa dijalankan di sini karena Indonesia belum ada ketentuan katrasi kimiawi, jadi belum yakin bisa dieksekusi," jelas Reza.
Reza menambahkan, di Indonesia menjatuhkan hukuman kebiri tanpa persetujuan dari pelaku. Hal ini bisa membuat si pelaku menjadi predator mysoped, yaitu melancarkan aksi dengan kesadisan yang luar biasa melebihi sebelumnya.